MAKASSAR – Sebuah video yang memperlihatkan dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses penggantian plat nomor kendaraan di Samsat Makassar 2, Sudiang, viral di media sosial dan memicu keresahan publik.
Menanggapi hal tersebut, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Sulawesi Selatan memberikan klarifikasi resmi pada Sabtu (28/06).
Kepala Bapenda Sulsel, Reza Faisal Saleh, menegaskan bahwa individu yang terekam dalam video tersebut bukanlah aparatur sipil negara (ASN), anggota Polri, maupun tenaga honorer yang bertugas di lingkungan Samsat Makassar 2.
“Setelah kami lakukan penelusuran, oknum dalam video tersebut ternyata bukan aparat resmi Samsat. Saya juga telah meminta agar oknum tersebut segera dicari dan diamankan oleh pihak berwenang,” ujar Reza dalam keterangannya.
Reza juga menyampaikan bahwa pihaknya bersama seluruh mitra kerja di lingkungan Samsat terus berkomitmen memberikan pelayanan terbaik dan semudah mungkin bagi masyarakat, khususnya para wajib pajak kendaraan bermotor.
Ia menegaskan bahwa seluruh proses pembayaran di Samsat harus dilakukan secara resmi dan transparan.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan pembayaran di luar jalur resmi. Silakan gunakan loket pembayaran/kasir resmi Samsat atau saluran digital pembayaran yang telah terverifikasi,” tegasnya.
Klarifikasi ini diharapkan dapat memberikan kepastian kepada masyarakat dan menegaskan komitmen Bapenda Sulsel dalam memberantas praktik pungli di lingkungan pelayanan publik.
Sebelumnya, seorang warga Makassar mengungkapkan kekecewaannya setelah diminta membayar biaya lebih tinggi dari yang tertera di aplikasi resmi saat memperpanjang pajak lima tahunan kendaraannya.
Kisah ini viral di media sosial dan menimbulkan pertanyaan publik soal transparansi layanan pajak kendaraan.
Warga tersebut awalnya mengecek estimasi biaya pajak melalui aplikasi Bapenda Sulsel Mobile, aplikasi resmi milik Badan Pendapatan Daerah Sulawesi Selatan.
Dalam aplikasi itu, tertera bahwa total biaya pajak kendaraannya sebesar Rp 392.000, yang disebut telah mencakup seluruh komponen biaya, termasuk biaya administrasi dan penerbitan pelat nomor baru.
Namun, saat mendatangi kantor Samsat untuk melakukan pembayaran, ia justru diminta membayar hingga Rp 525.000 selisih sekitar Rp 132.000 dari yang tercantum di aplikasi.
“Padahal di aplikasi tertulis Rp 300 ribuan sudah termasuk semua biaya, tanpa pungli. Tapi saya malah diminta Rp 525.000 dengan alasan biaya plat,” ujar warga tersebut, yang unggahannya kemudian ramai dibagikan di berbagai platform digital.
Kasus ini memicu reaksi beragam dari warganet. Banyak yang mempertanyakan akurasi data di aplikasi resmi, sementara lainnya menyoroti potensi praktik pungutan liar yang masih membayangi pelayanan publik di sektor ini. (*)