JAKARTA – Elektabilitas bakal capres Prabowo Subianto, pasca putusan MKMK, memberhentikan ketua MK, Anwar Usman, menurun ke 44%.
Dari hasil Survei Charta Politika menunjukkan elektabilitas bakal capres Prabowo Subianto turun usai putusan Makamah Konstitusi (MK) dan pendaftaran pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada survei Charta Politika pada 13-17 Oktober 2023 (sebelum putusan MK), secara head to head elektabilitas Prabowo unggul dibandingkan Ganjar Pranowo . Prabowo (49,4%) sedangkan Ganjar (39,6%) atau selisih 9,8%.
Namun, elektabilitas Prabowo justru turun menjadi 44,4% berdasarkan survei periode 26-31 Oktober 2023, usai Gibran diumumkan sebagai cawapres dan adanya putusan MK. Elektabilitas Prabowo turun sebesar 5%.
“Sementara periode yang sama, elektabilitas Ganjar yang sudah menggandeng Mahfud MD sebagai cawapresnya justru mengalami peningkatan menjadi 40,8%,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, dilansir dari Sindonews, Rabu 8 November 2023.
Selisih elektabilitas antara Prabowo vs Ganjar berdasarkan survei terbaru pun menipis kini menjadi 3,6%.
Elektabilitas Anies Baswedan juga turun setelah adanya putusan MK dan pendaftaran di KPU.
Pada periode sebelumnya, elektabilitas Anies berada di angka 24,8%. Sementara dalam survei terbaru turun tipis menjadi 24,3%.
Charta Politika juga melakukan simulasi tiga nama berdasarkan dengan elektabilitas Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebesar 36,8% menjadi pilihan tertinggi responden.
Duet Ganjar-Mahfud unggul atas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 34,7% dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 24,3%.
“Secara berpasangan, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pilihan tertinggi, diikuti Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar,” lanjutnya.
Padahal sebelumnya, elektabilitas Prabowo Subianto sempat konsisten berada di posisi puncak.
Yunarto menilai anjloknya elektabilitasnya Prabowo lantaran dipasangkan dengan Gibran yang merupakan putra sulung dari Presiden Joko Widodo.
Hal ini menurut Yunarto dilatar belakangi putusan MK yang menyetujui batas usia capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
“Sebanyak 49,9% responden setuju bahwa hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang untuk memudahkan putra Presiden Jokowi menjadi cawapres,” tuturnya.
Publik juga menilai Presiden Jokowi turut campur dalam keputusan MK terkait batasan usia cawapres.
Publik tahu bahwa Gibran merupakan keponakan Ketua MK Anwar Usman.
Hal tersebut semakin menegaskan opini terhadap politik dinasti yang dilakukan keluarga Jokowi dalam memuluskan Gibran sebagai cawapres. Sementara, mayoritas masyarakat menolak akan putusan politik dinasti tersebut.
“Sebanyak 59,3% responden tidak setuju dengan praktik politik dinasti,” lanjutnya.
Gibran dinilai publik tidak pantas menjadi cawapres masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik.
“Mas Gibran ini berpotensi untuk menjadi beban atau liabilitas bagi Pak Prabowo, dengan majunya jadi cawapres karena dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup dalam pemerintahan,” ungkapnya. (*)
Pasca Putusan MKMK, Elektabilitas Prabowo Subianto Turun
JAKARTA – Elektabilitas bakal capres Prabowo Subianto, pasca putusan MKMK, memberhentikan ketua MK, Anwar Usman, menurun ke 44%.
Hal ini dapat dilihat dari hasil Survei Charta Politika yang menunjukkan elektabilitas bakal capres Prabowo Subianto turun usai putusan Makamah Konstitusi (MK) dan pendaftaran pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada survei Charta Politika pada 13-17 Oktober 2023 (sebelum putusan MK), secara head to head elektabilitas Prabowo unggul dibandingkan Ganjar Pranowo . Prabowo (49,4%) sedangkan Ganjar (39,6%) atau selisih 9,8%.
Namun, elektabilitas Prabowo justru turun menjadi 44,4% berdasarkan survei periode 26-31 Oktober 2023, usai Gibran diumumkan sebagai cawapres dan adanya putusan MK. Elektabilitas Prabowo turun sebesar 5%.
“Sementara periode yang sama, elektabilitas Ganjar yang sudah menggandeng Mahfud MD sebagai cawapresnya justru mengalami peningkatan menjadi 40,8%,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, dilansir dari Sindonews, Rabu 8 November 2023.
Selisih elektabilitas antara Prabowo vs Ganjar berdasarkan survei terbaru pun menipis kini menjadi 3,6%.
Elektabilitas Anies Baswedan juga turun setelah adanya putusan MK dan pendaftaran di KPU.
Pada periode sebelumnya, elektabilitas Anies berada di angka 24,8%. Sementara dalam survei terbaru turun tipis menjadi 24,3%.
Charta Politika juga melakukan simulasi tiga nama berdasarkan dengan elektabilitas Ganjar Pranowo-Mahfud MD sebesar 36,8% menjadi pilihan tertinggi responden.
Duet Ganjar-Mahfud unggul atas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 34,7% dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 24,3%.
“Secara berpasangan, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pilihan tertinggi, diikuti Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar,” lanjutnya.
Padahal sebelumnya, elektabilitas Prabowo Subianto sempat konsisten berada di posisi puncak.
Yunarto menilai anjloknya elektabilitasnya Prabowo lantaran dipasangkan dengan Gibran yang merupakan putra sulung dari Presiden Joko Widodo.
Hal ini menurut Yunarto dilatar belakangi putusan MK yang menyetujui batas usia capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
“Sebanyak 49,9% responden setuju bahwa hal tersebut merupakan penyalahgunaan wewenang untuk memudahkan putra Presiden Jokowi menjadi cawapres,” tuturnya.
Publik juga menilai Presiden Jokowi turut campur dalam keputusan MK terkait batasan usia cawapres.
Publik tahu bahwa Gibran merupakan keponakan Ketua MK Anwar Usman.
Hal tersebut semakin menegaskan opini terhadap politik dinasti yang dilakukan keluarga Jokowi dalam memuluskan Gibran sebagai cawapres. Sementara, mayoritas masyarakat menolak akan putusan politik dinasti tersebut.
“Sebanyak 59,3% responden tidak setuju dengan praktik politik dinasti,” lanjutnya.
Gibran dinilai publik tidak pantas menjadi cawapres karena masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman menjadi pejabat publik.
“Mas Gibran ini berpotensi untuk menjadi beban atau liabilitas bagi Pak Prabowo, dengan majunya jadi cawapres karena dianggap belum memiliki pengalaman yang cukup dalam pemerintahan,” ungkapnya. (*)