Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengkritik pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi yang terus mengalami masalah berulang setiap tahun. Kritik ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X dengan jajaran eselon satu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta Pada Selasa 9 Juli 2024
Fikri menyayangkan bahwa pemerintah belum berhasil menciptakan pemerataan pendidikan yang berkeadilan melalui sistem zonasi.
“Kita terus jatuh di lubang yang sama berulang kali, diskusi soal PPDB tidak pernah berubah,” keluhnya.
Menurut Fikri, masyarakat masih berebut untuk masuk ke sekolah favorit karena dua alasan utama: kualitas SDM (guru dan tenaga kependidikan) serta fasilitas dan sarana prasarana sekolah.
“Yang jadi masalah, kami belum melihat upaya pemerataan kualitas guru, misalnya guru terbaik disebar ke berbagai sekolah,” ungkapnya.
Selain itu, jumlah sekolah yang memiliki fasilitas unggul masih terbatas, menyebabkan daya tampung yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan siswa.
Fikri juga menyoroti kegagalan sistem zonasi yang telah berjalan selama tujuh tahun terakhir, mengingat setiap tahun selalu ada masalah yang muncul dan dilaporkan ke Komisi X DPR.
“Kalau ga efektif ya diubah sistemnya, berarti kita tidak mampu untuk meniadakan sekolah favorit,” tegasnya.
Senada dengan Fikri, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf, juga memberikan masukan untuk perubahan mendasar dalam sistem PPDB. Ia menawarkan tiga opsi dalam Rapat Dengar Pendapat yang sama. Opsi pertama adalah membangun sekolah baru untuk menambah daya tampung. Meski membutuhkan anggaran besar, Dede menyarankan pemanfaatan Transfer Keuangan Daerah (TKD) untuk mendanai pembangunan ini.
“Apabila disisipkan saja mungkin Rp50 triliun tiap tahun, maka dalam 10 tahun pembangunan sekolah baru akan selesai,” ujarnya.
Opsi kedua adalah pemberdayaan sekolah swasta dalam proses PPDB, sehingga semua lulusan dari setiap jenjang pendidikan dapat tertampung.
“Pemerintah Daerah dapat membantu anggaran sekolah swasta melalui transfer dana ke daerah,” kata Dede, menekankan pentingnya dukungan operasional bagi sekolah swasta.
Opsi terakhir adalah merubah sistem PPDB itu sendiri. Dede menyatakan bahwa jika sistem zonasi terbukti tidak efektif, maka perlu dipertimbangkan untuk kembali ke sistem sebelumnya, seperti menggunakan nilai ujian nasional (NEM).
“Kalau sampai tidak berubah, terlalu. Karena ini bagaimanapun pemerintah ke depan harus punya komitmen yang sama,” pungkasnya.
Kedua anggota DPR ini berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah PPDB agar tujuan pemerataan pendidikan yang berkeadilan dapat tercapai.