Dyah Roro Esti dari Komisi VII DPR RI menyoroti transisi energi Indonesia, menekankan pentingnya kolaborasi dan peta jalan yang matang. Menurutnya, transisi energi melibatkan pengurangan ketergantungan pada energi fosil dan optimalisasi sumber energi terbarukan, yang membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
“Ini adalah langkah kompleks yang memerlukan kolaborasi lintas sektor untuk menyelaraskan persepsi dan komitmen jangka panjang.” ujarnya di Jakarta, Rabu (11/7/2024).
Dyah Roro juga menyoroti pentingnya mempertimbangkan aspek sosial, pengelolaan limbah, serta teknologi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
“Kita harus memastikan pendekatan yang sesuai dengan kearifan lokal mengingat keberagaman masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memasukkan PLTN ke dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tahun 2033. Langkah ini menekankan perlunya kesiapan teknologi, keselamatan, dan sumber daya manusia untuk mengelola PLTN secara efektif. Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, mendukung langkah ini. Pemerintah membentuk Badan Pelaksana Program Energi Nuklir (NEPIO) untuk mengawasi implementasi PLTN.
“Langkah ini didukung dengan pembentukan Badan Pelaksana Program Energi Nuklir (NEPIO) untuk mengawasi implementasi PLTN. jelas Eniya di acara Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI berkolaborasi dengan Pertamina.
DPR RI berharap RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) akan memfasilitasi pengembangan tenaga nuklir di Indonesia. Dyah Roro mendukung RUU EBET sebagai fondasi hukum solid untuk masa depan energi Indonesia.
Pembahasan RUU ini mencerminkan komitmen Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian ESDM untuk mengatasi tantangan transisi energi dengan fokus pada keberlanjutan, teknologi maju, dan partisipasi publik.