PERISTIWA

Mungkinkah Digitalisasi dan Bioetanol Menjadi Jawaban atas Defisit APBN 2024?

×

Mungkinkah Digitalisasi dan Bioetanol Menjadi Jawaban atas Defisit APBN 2024?

Sebarkan artikel ini

Luhut Binsar Pandjaitan ungkap Defisit APBN 2024 Diproyeksikan Melebihi Target

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto:net)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024 diproyeksikan akan lebih besar dari target yang telah ditetapkan. Lewat Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan luhut menjelaskan kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan dan keseimbangan anggaran negara. Salah satu penyebab utama adalah pendapatan negara yang diproyeksikan tidak mencapai target, terutama akibat menurunnya setoran Pajak Penghasilan (PPh) badan dari perusahaan-perusahaan berbasis komoditas, yang terdampak penurunan harga komoditas secara tajam.

Pemerintah telah mengantisipasi masalah ini dengan menerapkan digitalisasi di berbagai sektor. Salah satu contohnya adalah Sistem Manajemen Basis Data Mineral dan Batubara (Simbara), sebuah sistem terintegrasi yang bertujuan untuk menekan selisih angka terkait data mineral seperti batubara, nikel, dan lainnya. Pemerintah juga sedang mengimplementasikan sistem serupa untuk kelapa sawit, mengingat banyaknya penerimaan negara yang potensial belum terambil dari sektor ini.

Baca Juga:  Lakalantas di Belopa, Polisi Asal Luwu Timur Tewas Ditempat

“Banyak perusahaan kelapa sawit yang belum memiliki NPWP, yang menyebabkan kita tidak bisa memungut PPh badan dari mereka. Jika sistem ini dapat diimplementasikan, maka penerimaan pajak dapat meningkat,” tambahnya.

Selain fokus pada digitalisasi, pemerintah juga berencana mendorong penggunaan bioetanol sebagai alternatif pengganti bensin.

“Kita juga sedang berencana untuk mendorong alternatif pengganti bensin melalui bioetanol. Selain mampu mengurangi kadar polusi udara, tingkat sulfur yang dimiliki bahan bakar alternatif ini juga tergolong rendah,” ungkapnya.

Baca Juga:  Waspada ! Ada Akun Palsu Atas Namakan Pj Walikota Palopo

penggunaan Bahan bakar alternatif juga diharapkan tidak hanya mampu mengurangi kadar polusi udara tetapi juga memiliki kadar sulfur yang rendah yang dapat berdampak bagi sektor lain sweperti kesehatan.

“Jika kita mampu melakukan ini, jumlah penderita ISPA bisa kita tekan dan pembayaran BPJS untuk penyakit tersebut bisa kita hemat hingga Rp 38 triliun,” jelas pejabat tersebut.

Rendahnya penerimaan negara juga disebabkan oleh inefisiensi di berbagai sektor. Pemerintah telah mulai menanganinya secara bertahap melalui digitalisasi yang diterapkan dalam kegiatan pemerintahan dan bisnis.

Baca Juga:  BMKG Umumkan Gempa Bumi di Luwu Timur Berkekuatan 3,0 Magnitudo

“Jika semua sektor pemerintahan sudah menerapkan digitalisasi, maka efisiensi dapat tercipta, celah korupsi dapat dikurangi, dan yang paling penting penerimaan negara dapat kembali meningkat,” tegasnya.

Penerapan digitalisasi diharapkan dapat menjadi solusi untuk berbagai tantangan yang dihadapi APBN 2024. Dengan langkah-langkah strategis ini, pemerintah optimis mampu menjaga stabilitas keuangan negara dan meningkatkan penerimaan negara di masa mendatang.